1/17/2016

Malesnya Ngebayangin Kawin Lagi

Jika pernah menikah dan menjalani prosesi perkawinan dengan segala keribetannya, lalu menikah lagi untuk kedua kalinya, tentu akan punya cerita tersendiri. Kata sang janda: "Malesnya Ngebayangin Kawin Lagi."

Malesnya Ngebayangin Kawin Lagi

Kemarin sore, saya ke kawinan saudara dekat saya. Saudara saya ini duda anaknya 3, menduda selama 4 tahunan (resminya, tapi cekcok rumah tangganya sudah 2 tahunan lebih), ekonomi mapan. Dia menikah dengan janda tanpa anak yang umurnya mungkin dua-tiga tahun lebih tua dari saya.

Waktu saya tanya ceritanya bagaimana (apakah korban reuni alias CLBK), ternyata dia sudah kenal lama dengan sang istri yang teman akrab iparnya. Wah, dengar ceritanya senang juga. Dengar cerita tentang orang-orang yang kawin untuk yang kedua kalinya suka seru juga. Kadang-kadang saya pengen tanya, kok berani sih, kawin lagi?

Saya datang di akad nikahnya. Terbayang pernikahan saya dulu: bangun jam 3 pagi, didandanin lama banget sampai tidak bisa merokok. Bahkan mau dipasang kain, harus nunggu perut bergerak menjalankan tugas nomor 2 dulu.

Belum lagi kebayanya dan itu kamisol yang kenceng bikin duduk musti tegak, nungguin ceramah dari bapak KUA yang lama (pas saudara saya ini kawin, nasehatnya panjang bener, saya BBM-an sama sepupu dan adik saya, kan mereka bukan rookie lagi ya… Kok nasehatnya puanjang banget sih, sampai anaknya nguap-nguap).

Pendek kata, kalau ngebayangin itu yang musti dilalui, males banget ngga sih. Jadi inget filem, “My Big Fat Greek Wedding” deh. Waktu masih muda dan pertama kali menikah, mungkin excited ya, tapi kalau udah veteran… Aduh, coba deh, teman-teman, pertimbangannya banyak bukan? Upacara dan persiapannya sendiri sudah males banget ngebayanginnya.

Adik saya bilang, “Ya, yang penting kan kesalahan yang terjadi di perkawinan pertama jangan diulang”. Masalahnya, bukan semata-mata kesalahan, tapi ketidak cocokan yang timbul dan keaslian-keaslian yang munculnya setelah kita hidup seatap.

Kalau waktu pacaran kan selalu tampil prima, cuma lihat yang bagus-bagus saja. Pas sudah kawin kan judulnya memecahkan masalah bersama. Iya kalau dua-duanya punya pandangan sama. Kalau ternyata tidak?

Tapi yang saya mikirin lagi, waduh, musti penyesuaian lagi ya. Penyesuaian tinggal bersama orang yang lain, share tempat tidur dan kamar yang saya nilai sebagai teritori pribadi, bangun lihat dia pertama kali, mau tidur lihat dia lagi terakhir.

Kadang-kadang sih memang saya mikir, enak kali ya, kalau punya suami lagi. Tapi herannya setiap weekend saya mensyukuri bahwa tidak ada yang membuat saya musti bangun cepat, atau bangun bentar terus tidur lagi, atau berinternet ria sebelum mandi dan ke Carrefour. Jadi yang saya agak khawatir (bukan takut ya), hilangnya kemerdekaan dan kenyamanan hidup sendiri.

Yang pasti, penyesuaian dengan pasangan itu masa-masa yang paling sulit bagi saya. Mungkin karena saya menikah sudah berumur 33 tahun jadi sudah punya pola hidup sendiri. Yang pasti lagi, yang saya bilang sama adik saya, jangan sampai numpang tinggal sama orangtua atau mertua.

Karena penyesuaiannya jadi berlipat ganda. Bukan saja sama orang-orangnya, tetapi pola hidup orang-orang yang tinggal di rumah dan barang-barang mereka. Kita kan ingin supaya rumah kita mempunyai ciri khas kita sendiri ya.

Bagian yang enak dari kawin memang sharing. Kalau traveling, kadang suka miss juga menikmati pemandangan atau pengalaman terus mikir, “Duh, coba kalau si anu lihat ini ya…”, lalu langsung di BBM. Atau kalau lagi bete, paling ngga ada yang nenangin atau bikin kita tenang (atau jadi sasaran omelan? Ya nggaklah).

Memang akhirnya kembali kepada siapa orangnya yang kita nikahi. Tetapi memang bener kata saudara-saudara dan teman-teman saya. Semakin lama, memang jadi semakin keasyikan hidup sendiri sehingga mencari pasangan menjadi prioritas yang kesekian.

Masalahnya, namanya jodoh itu bagi saya tidak bisa saya kontrol, sementara hal lain masih bisa saya kontrol dan raba masa depannya seperti apa. Setuju ndak, kadang-kadang kita lagi seneng sendirian, terus tahu-tahu ada yang nongol dalam hidup pas kita lagi ngga nyari. Tapi pas lagi kepengen punya pacar, lha kok ngga ada yang nongol ya.

Nah. Dalam urusan kawin kembali ini, selain sudah pernah kawin dan umur bukannya 30-an lagi, jadinya ada unsur kumaha ngke’ tapi juga ada unsur males. Ya, males aja, mulai dari ceremony yang ribet dan lama itu, dan juga merasa makin sedikit rasa toleransi yang ada.

Kalau orang-orang dulu beralasan menikah karena ingin punya anak, saya sekarang sudah tidak memikirkan hamil dan beranak (duh, ga ada tenaga deh buat ngurus anak kecil di umur segini. Ntar umur 55 anak gue baru SD kan cuapeeeee…). Saya juga tidak membutuhkan suami untuk support gaya hidup saya.

Soal status, saya juga tidak terlalu terganggu dengan status janda saya. Wong sodara-sodara dan teman-teman saya nrima-nrima aja kok saya janda. Jadi kalau saya menikah, pastinya saya kawin hanya karena orang tersebut sangat sangat sangat saya cintai dan saya merasa hidup saya akan jauh lebih baik dan tenteram dari sekarang. Yang penting, merasa he is worth it.

Kalaupun saya nantinya menikah, sepertinya ngga deh, yang namanya seperti kawinan saya yang pertama kali. Temen saya kasih saran di twitter-nya: kawin diving aja, ga usah pakai kebaya, make up, ngga dengerin ceramah. Hmh, oke juga.

Tapi saya sih sepertinya kalaupun ketemu orang yang sangat sangat saya cintai sampai saya mau kawin sama dia, tentunya maunya kawin yang biasa banget aja, tanda tangan sertifikat dan makan malam dengan orang-orang terdekat. Biasa, ngga capek, tapi bermakna.

Yang pasti, sangat simple karena saya pengen buru-buru peluk-pelukkan di depan sofa sambil minum susu coklat depan TV. Forget about kebaya dan sanggul, I’m not doing it. Tapi sebagai orang Indonesia, pastinya saya dapat protes keras dari pihak keluarga besar Batak mungkin, yang memang doyan ngumpul dan pesta!

Apa kawin siri aja, malah ngga usah repot-repot ke KUA… Wakakakakak…. Lho, kan namanya kawin itu antara dua manusia dan disaksikan oleh Tuhan.

Departemen Agama itu departemen yang ribet dan musti banyak kasih duit lho. Kalau ternyata terjadi sesuatu dalam perkawinan, kan malah ribet. Tapi ya itulah, mungkin keribetannya itu ngga terasa karena dikalahkan oleh rasa cinta yang membahana ya…

Eniwe, gemana mau kawin, punya pacar juga kagak… Enjoy aja!


(Origin: Janda Kaya)

Anda juga bisa menuliskan dan berbagi dengan seluruh sahabat pembaca "TJanda". Menulislah sekarang dan kirimkan melalui halaman Kontak.